Anestesi
Epidural
Anestesi
epidural merupakan teknik anestesi neuroaksial yang menawarkan suatu penerapan
lebih luas daripada teknik anestesi spinal. Blok epidural adalah blokade saraf
dengan menempatkan obat di ruang epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini
berada di ligamentum flavum dan duramater bagian atas berbatasan dengan
foramen magnum di dasar tengkorak dan di bawah selaput sacrococcigeal.
Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm di bagian posterior kedalaman maksimal pada
daerah lumbal. Anestesi epidural dapat dilakukan pada level lumbal, torakal,
dan servikal. Teknik epidural digunakan secara luas pada anestesi, analgesi
persalinan, pengelolaan nyeri paska operasi dan pengelolaan nyeri kronis.
Obat
anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang
terletak di bagian lateral. Awal kerja analgesi epidural lebih lambat dibanding
analgesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.
Blok
epidural memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
1) Penghindaran
obat narkotik sehingga mengurangi kemungkinan penekanan pernapasan yang lama
dan penekanan saraf pusat pada bayi, serta muntah pada ibu.
2) Kesadaran
ibu tetap tidak berkabut selama pembiusan.
3) Blok
dapat disesuaikan guna memberikan analgesi yang cukup pada
persalinan
operatif pasca sectio caesaria.
Anestesi
epidural pada sectio caesaria secara umum paling memuaskan jika
menggunakan kateter epidural. Kateter memfasilitasi pencapaian level sensorik
T4, memungkinkan suplementasi jika diperlukan, dan memberikan jalur yang sangat
baik untuk pemberian opioid pasca operasi setelah tes dosis didapatkan negative
anestetik local sebanyak 15-25 mL diinjeksikan perlahan dengan peningkatan 5
mL. Penambahan fentanyl, 50-100 μg, atau sufentanil, 10-20 μg dapat memperkuat
intensitas blok dan memperpanjang durasi tanpa mempengaruhi keluaran neonatus.
Jika nyeri terasa saat level sensorik menurun, anestesi lokal tambahan dapat
diberikan dengan 5 ml untuk menjaga level sensorik T4. Setelah kelahiran, penambahan
opioid intravena dapat diberikan, hindari sedasi berlebihan dan kehilangan
kesadaran. Pada penelitian ini tidak dilakukan pemasangan kateter epidural
maupun penambahan obat lain.
Jarum
Epidural
Jarum
epidural standar khususnya 17-18 gauge, atau panjang 3-3,5 inci dan memiliki
bevel tumpul dengan kurva 15-30 pada ujungnya. Jarum Tuohy
adalah jarum yang biasanya digunakan (gambar 1). Ujungnya yang tumpul dapat
membantu menekan duramater menjauh setelah menembus dan melewati ligamentum
flavum. Jarum langsung masuk tanpa ujung kurve ( jarum crawrod) yang dapat
menyebabkan kejadian yang lebih tinggi tertusuknya duramater tetapi memfasilitasi
kemajuan dari kateter epidural. Modifikasi jarum termasuk ujung yang melebar
dan penempatan peralatan introduser sebagai petunjuk penempatan kateter.
![](file:///C:\Users\acer\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.png)
Teknik
Anestesi Epidural
Pengenalan
ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subaraknoid. Prosedur
pelaksanaan anestesi epidural adalah sebagai berikut :
1) Posisi
pasien pada saat tusukan seperti pada analgesia spinal yaitu dengan menidurkan
pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal pada kepala, selain
nyaman untuk pasien juga supaya tulang belakang lebih stabil. Pasien
diposisikan membungkuk maksimal agar procesus spinosus mudah teraba.
Posisi lain ialah dengan duduk.
2) Tusukan
jarum epidural biasanya dikerjakan pada ketinggian L3-L4, karena jarak antara
ligamentum flavum-duramater pada ketinggian ini adalah yang terlebar.
3) Jarum
epidural yang digunakan ada dua macam. Yaitu jarum ujung tajam (Crawford) untuk
dosis tunggal, dan jarum ujung khusus (Tuohy) untuk memasukkan kateter ke ruang
epidural. Jarum ini biasanya ditandai setiap cm.
Untuk
membantu mengidentifikasi rongga epidural, dapat digunakan teknik hilangnya
resistensi “loss of resistance” ataupun teknik tetes tergantung “hanging
drop”. Pada penelitian ini dilakukan teknik hilangnya resistensi “loss
of resistance” yaitu dengan cara jarum dimasukkan melalui jaringan subkutan
dengan stilet tetap ditempatnya sampai masuk ligamentum interspinosus yang
ditandai dengan peningkatan tahanan jaringan. Stilet atau introduser diambil
dan spuit diisi dengan kurang lebih 2 ml larutan atau udara pada pangkal jarum.
Jika ujung jarum dalam ligamentum, usaha injeksi secara lembut akan mendapatkan
tahanan dan injeksi tidak memungkinkan. Jarum kemudian secara perlahan
dimasukkan millimeter demi millimeter dengan diulang secara terus menerus dan
cepat pada saat suntikan. Pada saat ujung jarum masuk ke dalam ruang epidural,
maka akan terasa mendadak kehilangan tahanan dan injeksi menjadi mudah. Sekali
masuk dalam ligamentum interspinosum dan stilet telah dicabut.
![](file:///C:\Users\acer\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image004.png)
![](file:///C:\Users\acer\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image006.png)
Faktor
Yang Mempengaruhi Level Blok
Pada
dewasa, 1-2 ml obat anestesi untuk setiap segmen yang terblok. Sebagai contoh,
untuk mencapai level T4 dari injeksi setinggi level L4-5 dibutuhkan 12-24 ml.
untuk blok segmental atau analgesik, diperlukan volume yang lebih sedikit.
Dosis yang diperlukan untuk mencapai level anestesi yang sama, berkurang sesuai
meningkatnya umur. Hal ini mungkin sebagai akibat umur yang berhubungan dengan
penurunan dalam ukuran atau compliance ruang epidural. Meskipun terdapat
sedikit korelasi antara berat badan dengan dosis obat anestesi lokal yang
diperlukan, tinggi badan pasien mempengaruhi luasnya penyebaran. Pasien yang
lebih pendek hanya membutuhkan 1 ml anestesi lokal untuk memblok 1 segmen,
sedangkan pada pasien yang lebih tinggi memerlukan 2 ml per segmen. Penyebaran
anestesi lokal epidural sebagian cenderung dipengaruhi oleh gravitasi.
Obat
Anestesi Epidural
Dalam
penggunaan obat anestesi epidural dipilih berdasarkan keinginan efek klinis,
baik yang digunakan sebagai anestesi primer maupun untuk tambahan pada anestesi
umum atau analgesi. Umumnya digunakan agen anestesi lokal untuk pembedahan yang
bekerja pendek sampai sedang termasuk lidokain, kloroprokain, dan mepivakain.
Sedangkan yang termasuk agen anestesi lokal dengan kerja lama adalah
bupivakain, levobupivakain, dan ropivakain.
Pada penelitian ini obat anestesi
epidural yang digunakan adalah markain atau bupivakain merupakan zat anestesi
lokal yang mempunyai lama kerja panjang. Mula kerja anestesi lokal kadang dapat
dipercepat dengan menggunakan larutan jenuh CO2. Kadar CO2 jaringan yang tinggi
menyebabkan asidosis intraseluler sehingga CO2 mudah melintasi membran, yang
kemudian menimbulkan tumpukan bentuk kation anestesi lokal.
Adapun
efek yang dapat di timbulkan oleh bupivakain pada sistem saraf pusat adalah
mengantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual, gangguan pendengaran, dan
kecemasan. Reaksi toksik yang paling serius yaitu timbulnya kejang karena kadar
obat dalam darah yang berlebihan. Sedangkan pada sistem kardiovaskuler, efek
samping yang dapat ditimbulkan adalah hipotensi sebagai akibat dari penekanan
kekuatan kontraksi jantung sehingga terjadi dilatasi arteriol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar